Mulai dari Three Sisters di Australia hingga Batu Malin Kundang di Indonesia, berikut ini Wartainfo tampilkan batu-batu yang dulunya adalah manusia dikutuk. Meskipun kisah-kisahnya dibantah oleh ilmu pengetahuan, tetapi legenda batu-batu ini masih tetap diceritakan secara turun-temurun sebagai pembelajaran bagi manusia.
Menurut Atlas Obscura, kisah Bowerman dimulai ketika dia mengajak sekawanan anjing miliknya untuk berburu ke dalam hutan. Tanpa diduga mereka memasuki daerah kekuasaan para penyihir yang sedang melakukan ritual. Tanpa sengaja anjing Bowerman menumpahkan kuali yang digunakan para penyihir untuk ritual. (wartainfo.com)
The Three Sisters terbentuk karena pengikisan tebing. Walaupun terbentuk dari proses erosi, tetapi warga setempat percaya legenda menyebutkan kalau Meehni, Wimlah, dan Gunnedoo adalah tiga bersaudara dari suku Katoomba yang dulunya tinggal di Jamison. Tiga saudari ini menjalin cinta dengan tiga pemuda dari suku suku Nepean yang berselisih dengan Katoomba.
Menurut cerita, Roro Jonggrang yang arti namanya 'gadis ramping' adalah seorang putri jelita anak Prabu Boko. Ia dipinang oleh Bandung Bondowoso, seorang pangeran dari Kerajaan Pengging yang berseteru dengan Kerajaan Boko. Sang putri tak rela menikahi orang yang sudah membunuh ayahnya, tetapi tak kuasa menolak karena kerajaannya sudah dikuasai. Ia pun meminta seribu candi sebagai syarat pernikahan. (wartainfo.com)
Konon batu ini adalah perwujudan Malin Kundang yang dikutuk menjadi batu oleh ibunya. Alkisah, Malin Kundang yang menjadi kaya raya setelah merantau malu mengakui ibu kandungnya yang miskin. Karena kecewa, tak sengaja sang ibu mengutuk putranya. Mendadak badai besar datang menerjang kapal Malin Kundang dan menghancurkannya. Malin si anak durhaka pun berubah menjadi batu dalam sujud penyesalannya. Dan karang-karang di sekitar pantai dipercaya merupakan sisa kapalnya yang rusak.
Suatu hari Putri Balian mandi di sana. Lalu lewatlah Pangeran Serunting alias Si Pahit Lidah, pengembara sakti yang segala ucapannya berubah menjadi sabda. Si Pahit Lidah menyapa sang putri tetapi tak dipedulikan. Tanpa sadar ia menggumam, "Sombong sekali putri ini, diam saja seperti batu." Ternyata ucapan itu berubah jadi kutukan dan Putri Balian berubah menjadi batu.
Si Pahit Lidah lalu meneruskan perjalanannya. Lalu ia sampai di desa tempat tinggal Putri Balian. Ia heran mendapati desa yang begitu sepi. "Katanya ini desa, tapi tak ada orangnya, seperti gua batu saja," gumam Si Pahit Lidah. Lalu desa itu pun berubah jadi gua batu. (wartainfo.com)